Sabar Menempuh Panjangnya Jalan Dakwah (Serial Indonesia Membina)

Sabar Menempuh Panjangnya Jalan Dakwah

(Serial Indonesia Membina)


@ Cahyadi Takariawan



“Sebagian manusia tidak bisa bersabar bersama kami,” ujar seorang lelaki, dengan suara yang dalam. Penuh penghayatan.


Ia adalah pemimpin sebuah organisasi dakwah besar. Di sepanjang jalan perjuangan dakwah, beliau kerap melihat orang-orang yang ingin segera menikmati hasil.


“Jika ada di antara kalian ingin memetik hasil sebelum waktunya, memang tidak akan bisa betah bersama kami,” lanjut lelaki tersebut. 


Usianya masih cukup muda, sekitar empat puluhan tahun, saat itu. Namun kharismanya luar biasa. “Tak apa, kalian melepaskan diri dari kami, untuk merealisasikan keyakinan kalian sendiri”, lanjutnya. 


“Jika masih ingin bersama kami, hendaklah bersabar dengan tahapan-tahapan dakwah yang harus kita lalui,”  tandasnya. Ia adalah pribadi yang teguh, namun teduh.


Ia memulai dakwah dengan melakukan pembinaan sumber daya manusia. Dirinya sangat yakin, bahwa sebuah bangsa tidak mungkin berubah, jika tidak dimulai dari penjagaan kebaikan setiap jiwa. Maka kesungguhannya dalam membina pribadi para aktivis, sungguh luar biasa.


*** 


Pada dasarnya jiwa manusia adalah fitrah, yaitu berada dalam garis kebenaran dan kebaikan. Namun jiwa yang penuh kenikmatan itu bisa berubah disebabkan oleh karena dosa, kesalahan dan kelalaian mereka. Ini bisa menjadi faktor kehancuran dan keruntuhan.


Lelaki dalam kisah di atas, kerap mengingatkan orang-orang yang duduk melingkar bersamanya, dengan membacakan ayat Allah,


إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ


“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS Ar-Ra’d: 11).


Ayat di atas menyatakan bahwa pada dasarnya semua jiwa berada dalam kebaikan dan kenikmatan. Imam Ath-Thabari dalamtafsirnya menjelaskan, Allah tidak akan mengubah kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepada seseorang, kecuali mereka mengubah kenikmatan menjadi keburukan disebabkan perilakunya sendiri.


   يقول تعالى ذكره: (إن الله لا يغير ما بقوم)، من عافية ونعمة، فيزيل ذلك عنهم ويهلكهم = (حتى يغيروا ما بأنفسهم) من ذلك بظلم بعضهم بعضًا، واعتداء بعضهم على بعض،   


Imam Ath-Thabari menyatakan, ayat di atas --“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum” –yang berupa sehat sejahtera dan penuh kenikmatan kemudian kenikmatan itu menjadi dibuang dan dirusak oleh Allah, “sampai mereka mengubah sesuatu yang ada para jiwa mereka” –yaitu dengan sikap zalim antar sesama dan permusuhan terhadap orang lain” (Muhammad ibnu Jarir at-Thabari).


Demikian pula Imam Al-Qurthubi, dalam tafsirnya beliau menjelaskan,


   قَوْلُهُ تَعَالَى: (إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ) أَخْبَرَ اللهُ تَعَالَى فِي هَذِهِ الْآيَةِ أَنَّهُ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يَقَعَ مِنْهُمْ تَغْيِيرٌ، إِمَّا مِنْهُمْ أَوْ مِنَ النَّاظِرِ لَهُمْ، أَوْ مِمَّنْ هُوَ مِنْهُمْ بِسَبَبٍ، كَمَا غَيَّرَ اللهُ بِالْمُنْهَزِمِينَ يَوْمَ أُحُدٍ بِسَبَبِ تَغْيِيرِ الرُّمَاةِ بِأَنْفُسِهِمْ، إِلَى غَيْرِ هَذَا مِنْ أَمْثِلَةِ الشَّرِيعَةِ، فَلَيْسَ مَعْنَى الْآيَةِ أَنَّهُ لَيْسَ يَنْزِلُ بِأَحَدٍ عُقُوبَةٌ إِلَّا بِأَنْ يَتَقَدَّمَ مِنْهُ ذَنْبٌ، بَلْ قَدْ تَنْزِلُ الْمَصَائِبُ بِذُنُوبِ الْغَيْرِ، كَمَا قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَقَدْ سُئِلَ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ؟ قَالَ- نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ   


“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Dalam ayat ini Allah memberi tahu bahwa Ia tidak mengubah suatu kaum sehingga ada salah satu di antara mereka ada yang mengubahnya. Bisa jadi dari golongan mereka sendiri, atau orang di sekitar mereka, atau penyebab lain. Sebagaimana pasukan muslim yang dikalahkan dalam perang Uhud, disebabkan penyelewengan yang dilakukan oleh pasukan pemanah”.


Kebaikan dan kebersihan jiwa manusia bisa terkotori oleh perbuatan mereka sendiri. Inilah yang menyebabkan munculnya kelemahan bahkan penyimpangan dan kehancuran.


Terlebih ada jiwa-jiwa yang mudah berubah dan sudah berubah. “Nufusun mutaghayirat”, istilah yang dikemukakan oleh Sa’id Hawa. Mereka harus dibina dengan pembinaan yang utuh, agar kembali kepada kebaikan. Agar kembali kepada kebenaran.


Tanpa pembinaan, yang mungkin muncul adalah pembinasaan. Hingga orientasi dakwah sudah benar-benar binasa. Berganti orientasi duniawi.


#GumregahTarbiyah #IndonesiaMembina

Comments

Popular posts from this blog

Ringkasan Risalah Al-Aqa'id Hasan Al-Banna

Dokumentasi Sesi Akhir dan Wisuda Sekolah Pembina Batch #1 dan #2 tgl 26 Januari 2025

Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Halaqah dalam Dakwah dan Harakah