MASIHKAH RUMAH KITA SEBAGAI KANTONG DAKWAH? ~Bagian Kedua

 ☪️☪️🇮🇩🇮🇩☪️☪️



MASIHKAH RUMAH KITA SEBAGAI KANTONG DAKWAH? ~Bagian Kedua

(Seri Indonesia Membina)


@ Dwi Budiyanto



Bagi para dai dan murabbi, rumah adalah kantong-kantong pembinaan dan penyiapan kepemimpinan. Kita mengenang sebuah rumah: Peneleh Tujuh, tepat pada nomor 29-31. Kita mengetahui, itu rumah Raja Jawa Tanpa Mahkota: HOS. Tjokroaminoto. 


Rumah yang di belah koridor memanjang ke belakang. Bagian belakang terdiri dari sepuluh kamar untuk kos-kosan. Peneleh, nama yang mengingatkan kita pada kata ‘pinilih’, artinya yang terpilih. 


Dari kos-kosan Pak Tjokro itulah anak-anak muda digembleng, disandingkan buku-buku, dan diminta menyimak percakapan Pak Tjokro dengan tamu-tamunya. Pemikiran anak-anak itu terbentuk. 


Salah satu di antara anak-anak di Peneleh Tujuh itu adalah Soekarno. Saking kagumnya dengan sang guru, ia mengatakan, “Cerminku adalah Tjokroaminoto.”


Paneleh Tujuh hanya satu contoh. Seabad sebelumnya, ada rumah lain: Puri Tegalrejo. Kompleks itu amat luas. Dikelola perempuan salihah yang tekun membaca kitab-kitab agama: Niken Ayu Yuwati (1735-1803). 


Kita mengenalnya sebagai Ratu Ageng Tegalrejo, nenek buyut yang mengasuh dan mendidik Pangeran Diponegoro. 


Ketika Diponegoro tinggal bersamanya, Ratu Ageng telah berusia 60-an tahun. Panglima Prajurit Estri Langen Kesuma itu ahli siasat dan sangat tangguh dalam menggunakan senjata.


Di Tegalrejo ia bertani, beribadah, dan tentu saja mendidik cucu buyutnya, Diponegoro. 


_Pan tetanen remenipun/sinambi lan ngibadah/kinarya namur puniki/ lampahira gen brongto marang Yang Sukma_ (ia senang bertani/sekaligus beribadah/ia kerjakan tanpa pamrih/ di jalan cintanya pada Tuhan


Dalam pengelolaan Ratu Ageng, Tegalrejo menjadi tempat tujuan banyak orang. Puri itu telah diubahnya menjadi tempat subur, tetapi sekaligus juga kantong pembinaan yang berpengaruh. Dalam penuturan Babad Diponegoro, tempat itu dilukiskan: 


_Samya angungsi tedhi/ingkang santri ngungsi ngelmu/langkung rame ibadah._ (Masyarakat mencari nafkah di sana, sementara para santri menutut ilmu dan tekun beribadah di dalamnya).


Saat ini, bagaimana wajah rumah kita? Betapa rindu untuk menjadikan rumah kita tak sekadar tempat hunian, tetapi juga sebagai pusat-pusat pembinaan. Betapa barakahnya menjadikan ruang-ruang sempit kos-kosan kita sebagai kantong-kantong tarbiyah yang menggerakkan. 


Betapa kita menyadari bahwa merancang rumah kita sebagai kelas-kelas penempaan seperti kita sedang mengikuti program nubuwah agar tidak menjadikan rumah seperti kuburan.


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِى تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ


“Janganalah jadikan rumah kalian seperti kuburan karena setan itu lari dari rumah yang didalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (*H.r. Muslim*).


Semoga Allah Swt. jadikan rumah-rumah kita kembali sebagai kantong-kantong dakwah dan kelas-kelas pembinaan. Biarkan rumah-rumah itu bertutur dan menjadi saksi bahwa kita telah melakukan apa yang kita bisa: _ma’dziratan ila Rabbikum wa la’allahum yattaquun_. 


Supaya kelak kita punya alasan di hadapan Allah dan agar semakin banyak orang bertakwa. []


#gumregahtarbiyah #IndonesiaMembina

Comments

Popular posts from this blog

Ringkasan Risalah Al-Aqa'id Hasan Al-Banna

Dokumentasi Sesi Akhir dan Wisuda Sekolah Pembina Batch #1 dan #2 tgl 26 Januari 2025

Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Halaqah dalam Dakwah dan Harakah