Kesungguhan Yang Menggugah
🔥🔥🔥📮🔥🔥🔥
KESUNGGUHAN YANG MENGGUGAH KESADARAN
(Membina Serial Indonesia)
@ Ditulis oleh Cahyadi Takariawan, dari penuturan seorang kader dakwah.
Suatu malam, di tahun 2001. Malam ini adalah jadwal pertemuan rutin pelatihan. Dan malam ini akan menjadi malam yang sangat berkesan bagi saya sepanjang kehidupan.
Kami mengikuti forum pelatihan rutin, sepekan sekali. Saya masih kuliah, dan pembina (murabbi) saya adalah kakak tingkat di kampus.
Tak ada yang istimewa dari penampilan murabbi saya. Biasa saja. Seperti pelajar pada umumnya.
Tapi ada magnet luar biasa yang terpancar dari dalam jiwa. Kami semua merasakannya.
Kami adalah para siswa yang jauh dari orang tua. Saya kos di kawasan Pogung Dalangan, dekat kampus UGM. Teman-teman saya juga ngekos di wilayah yang sama.
Pertemuan rutin pekanan dilaksanakan secara bergiliran, di tempat para peserta (mutarabbi). Dan murabbi kami dengan sabar mengunjungi kos-kos kami yang ketempatan.
Kami semua tahu dia tidak memiliki sarana transportasi. Tak ada motor, pun tak ada sepeda kayuh.
Kami juga tahu dia tidak memiliki cukup uang untuk menggunakan ojek. Beliau akan berjalan kaki dari tempat kos, menuju kos kami, setiap kali pertemuan pelatihan pekanan.
Tapi malam ini hujan deras. Sangat deras.
Saya ragu, apakah jadi ada pertemuan atau diliburkan. Saat itu belum ada alat-alat komunikasi. Jadi kami tidak bisa saling memberi kabar.
Saya hanya bisa menunggu saja. Kamar kos sudah saya siapkan untuk tempat pertemuan delapan orang.
Selepas Isya hujan masih mengguyur deras. Detik-demi detik berlalu, dan saya semakin yakin tak akan ada yang datang --dengan hujan sederas ini.
menjelaskan saya salah. Tak dinyana, murabbi saya datang pertama kali. Dengan pakaian yang basah terkena air hujan, beliau muncul di depan kamar kos tempat pertemuan.
Rasanya hampir tak percaya dengan pemandangan ini.
sampai dia berjalan kaki. Padahal kos beliau cukup jauh dari kos kami.
Meski menggunakan payung, namun derasnya hujan tetap mengenai sebagian pakaian beliau.
Saya sangat terkesan dengan pemandangan ini. Harus berjalan kaki 30 menit dalam kondisi hujan, beliau tetap hadir sesuai jadwal pertemuan yang disepakati.
Saya persilakan beliau duduk di kamar kos yang hanya sempit. Akhirnya kami berbentuk berdua. Bercerita tentang dinamika kampus tercinta.
Cukup lama kami mencengangkan, sambil berharap ada teman-teman lain yang akan segera hadir menyusul.
Tak terasa waktu sudah menjelang pukul sebelas malam. Tetap tak ada peserta lain yang hadir. Kami hanya berdua saja.
Bersyukur saya bisa memanjang lama dengan beliau. Meski para binaan tak ada yang datang --kecuali tuan rumah, namun ia tak tampak kecewa apalagi marah.
Tepat pukul sebelas malam beliau pamit pulang. Hujan sudah mulai reda. Kami bersalaman, dan beliau berjalan kaki untuk pulang.
Saya hantarkan beliau sampai di depan rumah kos. Saya melihat sosok pembina yang tulus itu, sampai hilang ditelan kegelapan malam.
Saya masuk ke kamar kos. Pintu saya kunci, dan segera bersiap istirahat.
Peristiwa malam itu sangat membekas dalam jiwa saya, sampai sekarang. Saya tak bisa melupakannya.
Hanya dengan kesungguhan, ketulusan dan keikhlasan, seseorang akan rela membina orang lain. Rela bersusah payah hadir di forum pelatihan.
Tanpa ada biaya, tanpa ada ketidakseimbangan, namun bersedia membina orang-orang yang bukan sanak saudara, bukan kerabat dekat.
Setiap mengingat kesungguhan dan ketulusan murabbi saya, tak ada pilihan bagi saya kecuali untuk terus menerus mengikuti jalan pelatihan ini. Tarbiyah Madal Hayah.
Kami benar-benar merasakan ketulusan dan kesungguhannya. Inilah yang menjadi ikatan di antara kita semua.
Murabbi yang saya ceritakan ini sekarang tinggal di Bantul, DI Yogyakarta. Sementara saya sudah merantau jauh dari kota Yogyakarta.
Kini kami terpisah jarak dan tempat. Namun jiwa kami tetap terikat.
Saya tetap berada di forum pelatihan, meski tidak lagi bersamanya. Pun beliau tetap setia di jalan yang sama.
#gumregahtarbiyah #IndonesiaMembina
Comments
Post a Comment