NASIHAT USTADZ RAHMAT SEBELUM 14 JUNI ITU
NASIHAT USTADZ RAHMAT SEBELUM 14 JUNI ITU
(Seri Indonesia Membina)
@ Dwi Budiyanto
14 Juni 2005. Sembilan belas tahun yang lalu, seorang guru meninggal: Ustadz Rahmat Abdullah. Menjelang salat Maghrib, ketika sedang berwudlu, beliau sempoyongan. Pukul 19.30 beliau berpulang. Sebelum jeda maghrib itu, Ustadz Rahmat mengikuti rapat. Sebuah akhir yang indah.
Sembilan belas tahun yang lalu beliau meninggal, tapi nasihat beliau terus hidup. Salah satunya beliau mengajak kita untuk merefleksikan fondasi utama bangunan dakwah di era Makkiyah. Dua fondasi yang kata beliau “menjadi perhatian serius.”
“Dua fondasi itu mengalahkan prioritas apapun,” tulis beliau dalam buku kecil “Dakwah Visioner” (2007). Bisa saja Rasulullah Saw. membangun kekuatan militer Arab agar bisa bersaing dengan Romawi dan Persia. Atau, logis juga jika membangun kekuatan ekonomi, toh selama itu bangsa Arab tidak diperhitungkan.
Ternyata prioritasnya bukan hal-hal yang terkesan logis dan masuk akal itu. Perhatian Rasulullah Saw., kata Ustadz Rahmat, tertuju pada dua hal.
Pertama, fondasi tauhid sebagai asas perbaikan semua aspek kehidupan. Di situlah koreksi total pemikiran dunia. Kedua, pembinaan kader.
Pilihan tersebut disebut Ustadz Rahmat sebagai “pilihan brilian”. Kenapa? Ia mencerminkan penguasaan sosilologis dan psikologis yang matang. Rasulullah Saw. dengan teguh menguatkan daya kesabaran para sahabat agar tidak reaktif dan lebih berorientasi tujuan jangka panjang.
Proses pembinaan kader itu dalam pemisalan Ustadz Rahmat seperti menyemai benih alit yang berkembang menjadi pohon besar yang akarnya menghunjam kokoh ke dalam bumi. Rantingnya menjulang ke langit. Buah-buahnya ranum siap dipetik setiap waktu.
“Ia didik pohon itu bersabar; membalas lemparan batu dengan buah, menjatuhkan daun-daun keringnya untuk jadi pupuk penyubur dan naungannya menyejukkan siapapun yang perlu istirah,” tulis beliau.
Nasihat itu memang ringkas: jadikan pembinaan kader sebagai asas. Sebab, begitu pula pilihan strategis Rasulullah Saw. dalam memperkokoh dakwah. Sebenarnya, dakwah ini telah membuktikannya.
Tapi kadang ada banyak distraktor yang membuat kesadaran kita majal. Di era yang menakjubi viralitas dan mengagumi jumlah follower, tarikan untuk menjadikan tersohor di jagad virtual seringkali menarik para dai dari menekuni kerja-kerja pembinaan. Tentu tak ada salah merambah dakwah di Youtube, Tik-Tok, dan yang lain. Yang patut diantisipasi adalah hilangnya fokus pada pembinaan kader.
Anggapan yang terlalu generalis terhadap Gen-Z yang muncul di tulisan-tulisan populer dan ceramah, seringkali melupakan kita untuk mengenali mereka dengan interaksi langsung. Kita luput mengobservasi generasi-generasi baru itu dengan lebih dekat. Kita menciptakan bayang-bayang ketakutan. Kita menciptakan jarak imajiner dengan mereka. Pandangan kita tentang mereka dibentuk oleh media, bukan oleh cara pandang kita sebagai dai.
“Mari kita berdisiplin dengan manhaj,” demikian nasihat Ustadz Cholid Mahmud, Allahuyarham. “Jangan terkecoh dengan yang menjadi fokus orang lain. Paham lapangan itu penting, tapi harus tetap disiplin pada manhaj.” Nasihat itu beliau sampaikan saat menekankan pentingnya kita disiplin menekuni pembinaan.
Dakwah Rasulullah selalu menjaga kedisiplinan pada manhaj tersebut. Kita mengingat saat Khabab r.a. Mendatangi Rasul. Jawaban Rasul pada Khabab menegaskan agar para dai terus menjaga fokus dan daya tahan. Ada banyak tarikan dari realitas di sekitar kita: politik, ekonomi, tekanan, karir, pemilu, dll. Tapi jangan abaikan fokus pada pembinaan.
Ustadz Rahmat Abdullah sebelum 14 Juni sembilan belas tahun silam itu selalu menekankan asas dakwah ini: pembinaan kader. Pesan yang terus relevan sampai kapanpun, untuk kita tentunya. []
Comments
Post a Comment